Jika
kita bertanya dalam hati, siapakah orang yang paling peduli terhadap kita?
Siapakah seseorang yang paling perhatian terhadap keberadaan kita? Siapakah yang
paling berjasa akan tegaknya kaki ini, dan siapakah yang dengan rela mengorbankan
semua yang dimilikinya demi kita, demi kebahagiaan kita semata tanpa memikirkan
kondisi dirinya sendiri. Bahkan nyawanyapun
Thursday, July 23, 2020
Obat Kejenuhan!!
Kejenuhan
terkadang menghinggapi jiwa tiap
insan tanpa pernah bisa terprediksi kemunculannyanya. Kehadirannya seakan
menjadi titik balik bagaimana kita
menginginkan sebuah aktifitas dan suasana yang lain dari biasanya. Tentunya
aktivitas yang dapat memberikan solusi bagi kejenuhan yang hinggap dalam diri. Dan
mampu melahirkan semangat hidup yang
Tuesday, July 21, 2020
Cara mudah menghafal Al-Quran dan menguatkan hafalan bagi pemula
Oleh : Mushoffan Nasiri
Menghafal ayat suci Al-Quran adalah ibadah
mulia yang senantiasa harus disertai niat yang ikhlas untuk ibadah kepada Allah
SWT. Banyak sekali keutaman dan barokah yang didapatkan saat kita membaca,
merenungi ayat-ayat suci AlQuran yang diantara adalah satu huruf membaca ayat
suci AlQuran akan dibalas dengan sepuluh kebaikan oleh Allah SWT. Bagi pemula
tentunya masih meraba-raba bagaimana cara terbaik untuk berproses mengingat
ayat-demi ayat, surat demi surat bahkan juz demi juz. Untuk itu penulis ingin membagi
pengalaman menghafal AlQuran
Friday, May 8, 2020
5 CARA MUDAH INSTALL DAN MENDAFTAR PAYFAZZ DIJAMIN BISA!!
Haai Kaak!!...Perkembangan cara pembayaran transaksi semua kebutuhan saat ini sudah terbilang makin mudah yaah, cepat dan ringkas. tak terkecuali dengan adanya media pembayaran Payfazz yang satu ini. tentunya Aplikasi ini sangat menguntungkan bagi toko kelontong, konter hape dan berbagai bisnis ritel lainnya ya kak. sehingga kakak dapat menyediakan penjualan pulsa, pembelian token listrik dan bahkan transfer uang ke semua rekening bank. :)
Cara termudah, termurah bin jooss!!! untuk memulai bisnis transaksi pulsa dan paket pembayaran lainnya bisa dengan menggunakan aplikasi PayFazz lho kak. karena Payfazz menawarkan harga dan biaya admin yang sangat murah meriah tentunya. :D Dibanding aplikasi penyedia pembayaran lainnya tentunya kak :). cus langsung saja pada intinya gimana caranya kita instal dan daftar payfazz ini :)
1. Pertama, Instal dulu Aplikasi payfazz, langsung Cus Playstore NIH, lalu klik Aja Install, setelah terinstal klik DAFTAR
2. Kedua, Masukkan Nomor Telepon kakak yang akan didaftarkan dan masukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomer tersebut, seperti contoh dbawah ini. lalu klik lanjut
3. Lalu Masukkan nama TOKO kakak yang dikehendaki. lalu klik lanjut.
4. Lalu, Masukkan kode referral dibawah ini : PURK5UPHL3
4. Lalu klik lanjut dan klik DAFTAR SEKARANG,sehingga muncul halaman seperti ini;
Daaaan Taarraaa, pendaftaran anda telah selesai. dan kakak siap untuk memulai transaksi dan menggunakan Payfazz untuk bisnis maupun transaksi pribadi kakak. :)
cara daftar payfazz, cara membuat donat, cara mendaftar kartu prakerja, cara membuat seblak
Cara termudah, termurah bin jooss!!! untuk memulai bisnis transaksi pulsa dan paket pembayaran lainnya bisa dengan menggunakan aplikasi PayFazz lho kak. karena Payfazz menawarkan harga dan biaya admin yang sangat murah meriah tentunya. :D Dibanding aplikasi penyedia pembayaran lainnya tentunya kak :). cus langsung saja pada intinya gimana caranya kita instal dan daftar payfazz ini :)
1. Pertama, Instal dulu Aplikasi payfazz, langsung Cus Playstore NIH, lalu klik Aja Install, setelah terinstal klik DAFTAR
2. Kedua, Masukkan Nomor Telepon kakak yang akan didaftarkan dan masukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomer tersebut, seperti contoh dbawah ini. lalu klik lanjut
3. Lalu Masukkan nama TOKO kakak yang dikehendaki. lalu klik lanjut.
4. Lalu, Masukkan kode referral dibawah ini : PURK5UPHL3
Daaaan Taarraaa, pendaftaran anda telah selesai. dan kakak siap untuk memulai transaksi dan menggunakan Payfazz untuk bisnis maupun transaksi pribadi kakak. :)
cara daftar payfazz, cara membuat donat, cara mendaftar kartu prakerja, cara membuat seblak
Sunday, May 19, 2013
Belaskasih Tuhan Terhadap Manusia dengan Menurunkan Wahyunya
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang cenderung berpotensi
melakukan hal-hal yang negatif. Terlebih lagi jika hanya mengandalkan akal dan
insting yang mereka miliki sebagai patokan dalam tindak-tanduknya serta menepikan
hati nuraninya. Hati nurani saja tidaklah cukup untuk menjadikan manusia
sebagai khalifah Allah di muka bumi yang hakiki, untuk memakmurkan bumi yang
telah dihamparkan atas manusia dengan nikmat dan kehendaknya. Lebih parah lagi
apabila hati nurani tersebut dibutakan atau terkontaminasi dengan kondisi hati
manusia yang kotor dan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan bersifat
kenikmatan yang bersumber dari hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan konotasi
“peran” antagonis dalam diri manusia, lawan dari protagonis yang diperani oleh
hati nurani.
Dengan diturunkannya wahyu (baca:kitab-kitab Allah) akan semakin
memperkuat (menta’qid) kemauan Allah untuk menjadikan manusia makhluk
yang bertuhan maupun bertauhid. Sebagai bukti tidak bermain-mainnya Allah dalam
menciptakan manusia. Yang tugas utamanya adalah memakmurkan bumi Allah. Berbeda dengan binatang yang hanya hidup mengandalkan
insting kebinatangan yang mereka miliki. Tetapi manusia tidak serendah itu.
Bahkan dimuliakan oleh Allah dengan diberinya akal fikiran yang dapat
membedakan antara baik dan buruk serta hai itu menjadi pembeda antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Tidak
menutup kemungkinan manusia tersebut derajatnya lebih rendah dan hina dari binatang apabila
terjadi pengingkaran-pengingkaran akan petuah Tuhan sehingga menurunkan derajat
kemanusiaan yang ia miliki. Hal itu telah termaktub dalam kitabnya seperti yang
tercantum dalam Surah Al-A’raf ayat 179:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Untuk mengantisipasi
pemenyelewengan manusia dari amanat utama yang telah diembankan kepadanya
tersebut, sebagai akibat dominannya peran antagonis dalam diri manusia maka
Allah secara belas kasihan menurunkan petunjuk melalui wahyu-wahyunya kepada
semua umat manusia tanpa terkecuali. Agar tidak terjadi pengingkaran dan
pengelakan ketika diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang telah selama
ini mereka kerjakan di dunia. Juga sebagai obor
pelita yang menerangi kegelapan dan kejahiliahan yang terjadi lintas
zaman, baik zaman dahulu maupun sekarang, maka dari itu kemukjizatan Al-Qur’an
tak akan pernah lekang dan usang oleh zaman(multiperiod).Karena memang
telah dirancang sebagi mukjizat untuk semua manusia secara universal sebagai
bukti rasa belas kasihan Allah terhadap manusia. Berlakunya tanpa memandang
waktu dan tempat.Tak akan menyenyesatkan dan mejerumuskan manusia pada
kesengsaraan sedikitpun.Dan tak akan ada pula seorangpun yang mampu melemahkan
dan menjatuhkan argumen-argumen serta ajaran yang terkandung di dalamnya.
Berbeda dengan kitab-kitab
yang terdahulu yang diturunkan sebelum Al-Qur’an seperti Taurat, Injil, Zabur
yang berlaku dan hanya relevan pada umat tertentu dan kapan umat tersebut hidup.
Yaitu Taurat yang diturunkan untuk Nabi Musa a.s dan kaumnya Bani Israil, Zabur
untuk Nabi Daud a.s dan kaumnya serta Injil untuk Nabi Isa A.s dan Kaumnya.
Dengan diturunkannya wahyu kepada Rasul beserta kaumnya tersebut menandakan
bahwa Allah tidak serta merta bertindak sewenang-wenang dan bertindak sekehendak hatinya untuk untuk menerapkan
aturannya dan menyiksa hambanya tanpa berbuat sesuatu yang dapat mewanti-wanti
hambanya untuk tidak terjerumus kedalam siksaannya. Ia membuat semacam penguat alasan
atau pembenaran sebelum menyiksa makhluk yang ingkar terhadap perintahnya.
Dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Isra’ Ayat 9 Allah SWT. berfirman
bahwa Al-Qur’an akan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang
melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya dan berbuat kebaikan. Ayat
tersebut berbunyi:
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang
Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”
Ayat tersebut memberikan
bukti yang sangat nyata bahwa Allah memiliki rasa sayang terhadap semua
makhluknya khususnya kepada orang orang-orang yang beriman.Terhadap orang kafir
pun ia masih memberi harapan untuk dapat merasakan kenikmatan yang kekal di
akhirat kelak. Belas kasihannya terhadap orang-orang kafir tergambarkan pada
potongan ayat “memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus”. Dari
potongan ayat tersebut mengindikasikan Allah masih peduli dan perhatian meskipun
terhadap orang-orang yang belum mampu menerima hidayahnya agar segara bertaubat
dan mengikuti jalan kebenaran yang lurus. Sedangkan bukti sayangnya bagi orang
yang beriman adalah “memberi kabar gembira kepada-orang mukmin yang mengerjakan
amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.Ya,sebuah gambaran
kepedulian sang pencipta terhadap ciptaannya.
Salah satu wahyu
yang teragung adalah Al-Qur,an. Merupakan satu diantara mukjizat yang masih
bertahan sampai saat ini yang pernah Allah turunkan kepada Nabinya yaitu
Muhammad SAW.Ia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan moment atau
kejadian-kejadian yang dialami disekitar kehidupan sang Rasul akhir zaman.
Penghulu dari semua rasul. dan nabi-nabi yang telah diutus Allah kepada umat-umat
yang terdahulu. Secara kandungan ajaran maupun perintah Al-Qur,an tidak jauh
berbeda dengan kitab-kitab terdahulu bahkan menjadi penyempurna dari kitab-kitab tersebut.
Secara objektif
kaum yang diberi peringatan melalui wahyu yang berupa kitab-kitab terdahulu jauh berbeda dengan kita. Baik berbeda dari
masa mereka hidup, watak tabiat yang mereka miliki, kebiasaan dan budaya yang
mereka jalani. Otomatis kebutuhan akan peringatan dan perintah yang harus
mereka laksanakan juga berbeda apabila kita komparasikan dengan umat yang
diturunkannya kepada mereka Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sendiri diturunkan untuk umat akhir zaman
seperti kita sekarang.
Kembali pada judul
di atas, jika kita korelasikan dengan Asmaul Husna yang Allah miliki. Dengan alasan
Allah menurunkan wahyu atau petunjuk kepada umat manusia sebagai bukti kasih
sayangnya maka kita akan menjumpai disana sifat Ar-Rahiim (yang maha penyayang).
Menjadi sebuah kewajiban bagi Allah untuk menyayangi hamba-hambanya dengan
sifat Ar-Rahiim yang ia miliki. Dia tidak akan menyiksa suatu kaum sebelum
datang peringatan untuk tunduk patuh kepadanya atas kaum tersebut. Baik
peringatan secara verbal melalui Rasulnya dan tekstual melalui kalamnya. Hal
ini mengindikasikan betapa ia maha penyantun dan maha penyayang bagi kita.
Tetapi, uniknya disamping
hal itu Allah juga memiliki sifat Al-Qahhar (yang maha pemaksa). Ia memberikan
ancaman siksa yang begitu berat bagi hambanya yang melanggar perintahnya dan
hal itu termaktub dalam kitabnya yang ia harapkan untuk dijadikan pedoman bagi hamba-hambanya
agar tak terjerumus kedalam siksaannya yang amat begitu pedih kelak. Sebuah gambaran
skenario yang begitu dramatis yang Tuhan terapkan dan Allah paparkan dalam
kitabnya untuk hamba-hambanya yang mukmin. Disisi lain ia merupakan Ar-Hamurrohimiin.
Dan disisi lainnya ia juga maha pemaksa dan perkasa(Al‘Aziizul Qahhar).
Seperti yang termaktub dalam Surah Al-Hijr Ayat 49-50
“Kabarkanlah kepada hamba-hambaku, bahwa
sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa
sesungguhnya adzabku adalah adzab yang sangat pedih.”
Al-Qur’an juga menjadi bukti rasa sayang Allah
terhadap Rasulnya. Pembela dan penolong
nabi tatkala dicerca dan dihina diwaktu beliau menyebarkan Agama Islam, betapa
saat itu beliau membutuhkan pertolongan dan pembenaran (justification)
akan ajaran yang beliau sebarkan.di tengah watak keras kepala yang dimiliki
orang-orang Quraisy jahiliah dalam memegang teguh ajaran nenek moyang mereka
pada saat itu. Al-Qur’an datang sebagai angin segar, penyejuk hati serta peneguh sang penghulu para manusia dalam menjalankan
amanah begitu berat yang diembankan kepada beliau. Hal ini menjadi pertanda
sayangnya Allah kepada kekasih dan hambannya yang butuh pertolongan disaat-saat
yang genting. Allah tidak membiarkan hambanya dalam kesusahan dan keterasingan ditengah-tengah
lingkungan yang menyisihkannya. Bukti lain gambaran rasa sayang Allah yang juga dilimpahkan kepada Rasul-makhluknya-
melalui wahyunya.
Allah SWT. memberi
peringatan kepada umat manusia melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada
Rasulullah dan 3 Rasul terdahulu adalah suatu bukti betapa Allah memiliki
perhatian dan kasih sayang terhadap makhluk yang diciptakannya. Tidak mungkin bagi dia menurunkan azab maupun siksa
balasan kepada orang-orang yang belum mengetahui dan memahami akan aturan yang
diterapkannya. Akan Dzalim baginya
apabila bertindak demikian meskipun ia memiliki kehendak mutlak dan penuh untuk
berbuat sesuatu sekehendak hatinya atas ciptaannya. Padahal Allah sekali-kali
tidak pernah mendzalimi hamba-hambanya, tetapi hambalah yang mendzalimi diri
mereka sendiri. Untuk itu ia membutuhkan deklarasi atau sosialisasi terhadap
aturan-aturan yang di berlakukannya untuk semua makhluknya. Dengan adanya sosialisasi
tersebut merupakan wujud nyata akan rasa sayangnya pada makhluk-makhluk yang
diciptakannya tanpa terkecuali sebelum ditegakkannya hari pembalasan.
Oleh: Mushoffan Nasiri (12310043)
Bahasa dan Sastra Arab
Ibnu Kholdun, Kamar 28
Tuesday, May 8, 2012
Dahsyatnya Harta
Harta, tak satupun manusia yang tak membutuhkan benda yang satu ini. Keberadaannya dalam hidup manusia menjadi suatu hal yang sangat vital. Di mana manusia hidup dia pasti membutuhkan benda yang satu ini. Tak dapat dipungkiri juga benda ini tak mengenal zaman (multi period). Inilah dahsyatnya peran pentingnya harta bagi kehidupan umat manusia yang senantiasa mengiringi dimanapun dan kapanpun manusia berada. Ajaibnya, benda ini tak pandang kasta, usia dan gender juga meskipun keberadaannya menjadi boomerang bagi sebagian orang dalam hidupnya maupun ketenangan jiwanya. Telah banyak gambaran peristiwa seseorang yang tak berhasil dalam hidupnya karena terpedaya oleh harta. Tak mampu memgendalikan dirinya dalam bersikap dengannya.
Dengan harta, kita dapat menciptakan sebuah istilah atau streotipe tentang kondisi yang menyangkut masalah keadaan tentang harta seseorang yaitu si kaya dan si miskin. Sebutan diatas lebih mengarah pada tingkat kemampuan hidup atau taraf hidup seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya jika di ukur dari segi materi atau dari segi finansialnya. Tak terelakkan dengan adanya perbedaan dalam kondisi finansial antara si kaya dan si miskin ini kemudian tercipta sekat-sekat dalam tatanan kehidupan manusia yang kemudian menciptakan sebuah sebutan yang biasa di sebut dengan kasta. Dengan adanya kasta ini tercipta pula perlakuan yang berbeda dari setiap penguasa atau otoritas yang ditinggikan dalam suatu kelompok dalam melayani dan berinteraksi anatara dua kelompok komunitas ini yaitu anatara si kaya dan si miskin. Perbedaan ini terkadang menimbulkan kesenjangan bahkan ketidak adilan perlakuan dalam berbagai momentum jika kita amati secara kasat mata sehingga menimbulkan keprihatinan dan ketidakterimaan bagi oknum yang yang dirugikan, atau menimbulkan kedzaliman bagi penguasa yang tak paham bagaimana sebebarnya konsep serta peran kaya dan miskin dalam tatanan hidup umat manusia yang serba sosialisatif yang dimana tiap orang tak mungkin satu diantara mereka tak membutuhkan bantuan yang lainnya.
Salah satu gambaran nyata tentang kesenjangan dalam fenomena ini, yaitu bagaimana perbedaan sikap kita atau cara kita dalam menghadapi dan menghormati orang yang lebih terpandang dalam segi harta daripada kita. Kita cenderung lebih menghormati dan menghargai serta lebih segan ketika kita berhadapan dengan orang kaya dan di pandag berada. Kita cenderung taat , menganggukkan kepala, patuh dan pro serta mereka lebih mempunyai nama dalam benak kita terhadap orang kasta ningrat dari pada orang-orang yang taraf ekonominya menengah kebawah. Ini sangat kontras dengan cerminan bagaimana sikap kita tatkala berhadapan dengan para pengemis dan orang yang kondisi ekonominya di bawah kita, cenderung acuh tak acuh dan kurang menghargai serta kurang menganggap keberadaan mereka baik dalam kesetaraan dalam menerima hak maupun ketika mereka mengutarakan aspirasi yang terdapat dalam benak mereka. Padahal antara si kaya dan si miskin itu sama saja di mata Allah, yang dinilai adalah tingkat ketakwaan seseorang bukan berapa banyak mobil dan rumah yang ia miliki. Inilah fakta yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita saat ini.
Kita tak dapat menyalahkan pada si miskin kenapa dia harus hidup susah dan melarat sehingga mereka kurang mendapat simpati dari orang lain. Seharusnya kita harus memiliki kebijaksanaan dan kedewasaan serta penghargaan tentang peran kondisi sosial masyarakat yang diderita oleh seseorang dalam kehidupannya. Si miskin tak salah dengan kemiskinannya karena keberadaan merekah orang berharta dapat di sebut kaya dan karena merekalah pula para dermawan dapat menyalurkan zakat dan sedekah yang mereka wakafkan yang dalam agama kita pekerjaan tersebut merupakan perintah yang ditekankan bagi setiap muslim untuk mengerjakannya. Salah satu buktinya adalah firman Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah Ayat 4 yang berbunyi: “Alladziina Yu’minuuna Bil Ghaybi Wayuqiimunas Shalaata Wamimmaa Razaqnaa Hum Yunfiquun”
الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلاة ومما رزقناهم ينفقون
Yang artinya : “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Yang salah adalah apabila ada orang kaya yang tak sadar akan kewajibannya sebagai seorang kaya dan menyombongkan diri dengan kekayaannya. Padahal hakikatnya hartanya tersebut bukan miliknya tetapi titpan Allah yang di amanatkan kepadanya yang di hari kemudian kelak akad di hisab bagaimana dan untuk apa serta kemana saja harta itu dipergunakan. Sungguh jangan terlena dan bergembira wahai orang yang memiliki harta yang memimpah, meskipun kalian hidup di dunia bergelimang dengan kemewahan, kesenanagan dan kemudahan yang kalian raih selama ini. Kelak kalian akan diminta pertanggung jawaban tentang harta yang kalian dapatkan dan kalian pergunakan selama ini. Sungguh sangat sulit mencari orang yang tak hanya kaya secara materi tetapi juga orang kaya hati, merekalah orang yang selalu qona’ah dan meras cukup dengan apa yang telah dimilikinya salama ini. Yang tak pernah meresa iri dengan apa yang telah di dapatkan oleh orang yang lebih punya daripada dirinya. Kaya hati lebih kompleks dari sekedar kaya harta, karena orang yang kaya hati dia akan merasa cukup dan puas dengan segala seseuatu yang dia miliki dalam hidupnya. Dia tak akan menuruti apa kata hawa nafsunya karena dia sudah berkecukupan dan ridho atas segala sesuatu yang Allah takdirkan.
Memang sulit untuk menemukan orang yang berjiwa qona’ah di zaman yang sudah amburadul seperti sekarang ini. Kebanyakan orang telah menuhankan materi dan uang ketimbang aspek keagamaan. Seakan akan harta menjadi segala-galanya yang harus kita tunduk kepadanya dan menjadi tujuan awal dalam hidup kita. Inilah efek negetif harta jika kita terlalu memberikan perhatian dan kecintaan yang berlebihan terhadapnya. Akan menimbulkan sifat tamak dalam diri kita. Cinta harta dan takut mati. Sifat tamak ini juga terkadang membuat hati nurani manusia menjadi buta sehingga tingkah lakunya di ambang batas kewajaran jika kita nilai dengan kaca mata hati nurani kita.
Kecintaan seseorang terhadap harta dapat membuat orang tersebut menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta yang ia inginkan meskipun bukan dengan cara-cara yang bersih dan tidak di bolehkan oleh agama. Bahkan terkadang terdapat unsur kedzaliman yang merugikan orang lain di dalamnya. Salah satu penyebab sifat ini adalah ketamakan yang ada dalam diri seseorang tersebut. Salah satu munculnya sifat tamak tadi ya karena orang tersebut tak menjaga kebersihan dan kesehatan hatinya. Jadi intinya berawal dari penyakit hati.
Salah satu langkah antisipatif untuk menghindari watak yang tamak adalah dengan berusaha menanamkan sifat qona’ah dalam diri kita. Ada salah satu hadits nabi yang menyebutkan “hendaknya kita melihat orang yang di atas(lebih baik) dari kita jika dalam hal akhlak tetapi jika dalam hal harta hendaknya melihat kepada yang di bawah kita(lebih rendah taraf ekonominya)
Harta juga yang membuat perpecahan diantara umat manusia. Seseorang saling melengserkan dan mengalahkan para rival-rivalnya dalam kompetisi meraup keuntungan dalam mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya. Tidak peduli meskipun memakai cara-cara yang amat kotor demi memenuhi ambisi yang ada di dalam dadanya. Seperti sistem ekonomi kapitalis yang berlaku di kebanyakan negara-negara eropa serta di legalkan untuk di jalankan oleh otoritas perekonomian setempat. Pihak seperti merekalah merupakan salah satu gambaran manusia-manusia yang berwatak tamak dan mengutamakan hawa nafsunya serta haus akan kenikmatan bergelimangnya harta yang telah biasa mereka rasakan. Dan hal itu menjadi adiktif dalam diri serta lama kelamaan menjadi kebiasaan yang harus di penuhi dan di turuti. Beginilah jikalau hawa nafsu selalu di manja, semakin lama menginginkan permintaan yang melebihi dari permintaan yang sebelumnya.
Friday, February 3, 2012
Orientasi Hidup
Orientasi seseorang dalam menyikapi berbagai peristiwa dalam hidupnya sangatlah beragam bergantung bagaimana cara dia menyikapi , menindaklanjuti kemauan dia dalam meraih berbagai impian dalam perjalanan hidupnya. Impian merupakan keinginan yang mendalam di benak diri seseorang yang tiap orang akan berusaha menggapainya selagi dia mempunyai semangat hidup. Berbeda dengan individu yang tak mempunyai motivasi dan semangat hidup, ia akan hidup acuh tak acuh dan terkesan apatis terhadap peristiwa disekelilingnya. Tak perlu kita bersikap naif terhadap orang yang bersikap seperti ini karena dia telah kehilangan niat dalam dirinya untuk menjadi manusia yang baik apalagi berkembang serta berguna bagi manusia di sekelilingnya. Yang ada dalam benak dirinya adalah bagaimana dia bersikap dan bertindak menurut kondisi moodnya, kasarnya seenak perutnya sendiri. Tentu kriteria orang seperti inilah yang tidak disenangi oleh kebanyakan masyarakat kita, dan tidak mudah untuk mendapatkan partner dalam menjalankan roda-roda kehidupan dirinya dikalangan masyrakat tempat dia tinggal.
Orientasi tersebut adakalanya
berasal atau terkristal dari watak dan mental yang terbangun dalam diri individu
tersebut. Pada mulanya mental kita ini terbentuk dan terpengaruhi oleh alam
bawah sadar dari setiap kita sendiri atau hal apa sejalah yang menjadi
kebiasaan dalam hidup kita yang tanpa pemikiran terlebih dahulu atau secara
reflek muncul dari dalam diri kita baik sikap, pandangan, dan kondisi hati
sebagai timbal balik atau dampak dan tanggapan dari hal yang terjadi disekitar
kita. Namun tak pelak watak ini jika sudah mendarah daging dalam diri seseorang
tak mungkin bisa kita rubah bagaimanapun dan sekuat apapun kita berusaha
merubahnya kecuali ada kemauan dan dukungan dari lingkungan dari oknum tersebut
untuk perlahan-lahan merubah keadaan mentalnya.
Orientasi seseorang dalam hidupnya
sungguhah beragam, bergantung bagaimana dan dari cara pandang apa dia memandang
hidupnya. Bagi orang yang taat beragama orientasi hidupnya lebih cenderung pada
hal-hal yang bersifat agamis, ketuhanan dan kepercayaan pada hari pembalasan di
hari kemudian. Dilain sisi orang yang mengutamakan hal-hal yang bersifat
materialis dalam pandangannya hanya berpatokan pada hal-ha yang menguntungkan
dirinya dan mengutamakan sisi kenikmatan dalam berbagai aspek
kehidupannya(hedonisme). Tak terlalu berminat pada hal yang berbau mistis,
magis maupun bersifat gaib, lebih menitik beratkan pandangannya yang bersifat
realistis atau logis. Jadi semua hal dalam hidupnya harus bisa dipandang
menurut akal dan secara kasat mata saja sebagai patokan dalam menilai segala
sesuatu. Begitu pula dalam segi keberagamaan, orang seperti ini biasanya tak kenal
yang namanya tuhan dan agama atau biasa disebut dengan ateis.
Fungsi orientasi ini sendiri sebagai
cara untuk menilai tipikal seseorang dalam mewujudkan visinya, sehingga setiap
orang dapat dilihat dari cara-caranya dalam menaklukkan berbagai rintangan
dalam proses mewujudkan cita-citanya. Tak dapat kita pungkiri setiap individu
memiliki cara tersendiri bagaimana dia harus bertindak dan bereaksi untuk
menindaklanjuti keinginannya tersebut. Sekali lagi metodo mewujudkannya
tersebut bergantung pada karakter orang tersebut. Pendek kata setiap karakter
orang memiliki cara dan trikindividual
tersendiri, benar-benar sangat individual hal yang menyangkut orientasi
hidup ini jika ditilik dari cara kerjanya pad setiap insan.
Tentu gender juga turut andil mempengaruhi
perbedaan yang telah dijabarkan di atas.
Karena, pria dan wanita memiliki kondisi mental dan kejiwaan yang tak sama diantara keduanya.
Wanita, yang cenderung feminin lebih suka pada kelembutan dan keindahan serta
hal-hal yang menyangkut perasaan. Makanya wanita terkadang lebih besar
empatinya daripada pria, lebih bisa merasakan dan menjiwai apa yang terjadi di sekiling ataupun yang terjadi pada
manusia lainnya. Sedangkan pria yang notabene maskulinistas mendominasi dalam
dirinya lebih suka pada hal-hal yang berbau kekerasan, logika serta cenderung
simpel dalam menghadapi sesuatu tak suka pada pemikiran-pemikiran yang panjang
dan yang lebih menyangkut pada perasaan. Mereka cenderung kaku daripada wanita
yang lebih menjiwai segala sesuatu yang dialami dalam hidupnya. Tak jarang
wanita terkadang suit melupakan momentum-momentum yang menurut dirinya berkesan
atau yang membuat dia trauma.
Dari penjelasan singkat tentang
kondisi kejiwaan pria dan wanita di atas kita dapat mereka-reka dan memetakan
bagaimana sebenarnya cara kerja mental dalam memepengaruhi pandangan hidup
manusia. Yang pada akhirnya nanti juga akan memepengaruhi cara pandang
seseorang dalam menentukan orientasi hidupnya. Mental juga dibentuk atas hasil
didikan atau kebiasaan lingkungan, dan keluarga yang hidup bersama tiap-tiap
individu.
Orientasi hidup juga mempengaruhi
masa depan seseorang di masa yang akan
datang, profesi, minat dan tipikal tiap-tiap individu. Well, begitulah orientasi hidup akan memawarni serba serbi kehidupan seseorang.
Tuesday, June 21, 2011
Islam Agama Universal
Islam, sebuah agama yang tak pandang bulu, tak pandang pangkat, kasta, keturunan maupun harta. Agama universal yang diturunkan untuk semua umat manusia dari ujung barat sampai ujung timur palnet bumi ini. Diturunkan sebagai satu-satunya agama yang bermuara pada kebenaran yang haq, yaitu Allah SWT. Sekaligus sebagai media solusi kebertuhanan umat manusia masa kini, dahulu dan yang akan datang.
Tak pernah lekang maupun usang dengan segala jenis persoalan zaman menyangkut perbedaan kultur dan lingkungan, perkembangan teknologi, perevolusian pola pikir umat manusia. Hanya agama satu ini yang menjawab dengan lugas semua tuntutan dan kebutuhan zaman serta berbagai persoalan umat manusia.
Kompatibel dengan segala jenis ras maupun suku umat manusia, baik yang kulit putih maupun kulit hitam, baik yang Indian maupun Aborigin, itulah ajaran sekaligus rahmat agama Islambagi seluruh umat manusia karena Islam menitik beratkan pada ketaatan dan ketakwaan pengikutnya bukan pada warna kulit maupun habitat di mana manusia itu tinggal.
Islam memang telah diformulasikan sebagai agama yang “user friendly” bagi orang yang ingin menganutnya. Untuk memeluknyapun kita tak perlu mengeluarkan isi kantong kita sepeserpun. Hanya bermodalkan dua kalimat syahadat. Yakni dua pengakuan tiada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah. Tapi, dibalik kemudahannya syahadatain begitu memiliki aspek yang sangat vital dan fundamental dalam struktural aqidah Islam.
Persamaan, Kesetaraan, Keadilan, Persaudaraan, macam itu semua adalah doktrin ajaran Islam yang ditanamkan dalam setiap prinsip hidup pemeluknya. Dialirkan kedalam setiap nafas gerak-gerik pengikutnya. Karena memang ajaran Islam tak pernah menyesatkan orang yang mengadopsi prinsip-prinsipnya, malahan dibutuhkan dalam tatanan hidup manusia agar menjadi masyarakat dan bangsa yang madani, aman, tenang, tentram serta toleran.
Bukti kongkritnya Islam sebagai agama “user friendly” yakni Islam tak pernah memaksakan apalagi mengancam orang non islam untuk menjadi mukallaf. Benar-benar agama yang ramah, bijaksana, mudah serta berbudi luhur yang tinggi. Tak ayal Islam menjadi agama yang lagi digandrungi dan begitu exciting dimata khalayak eropa khususnya di negeri Paman Sam. Yang pada awalnya mereka tak tahu wajah Islam yang sebenarnya. Hanya ocehan media yang mengaduk-aduk pikiran mereka.
Islam itu bengis, haus darah, sadis serta horor. Benar-benar statement yang sepersenpun tak layak untuk diinvestigasi keabsahannya dan dibela. Disebabkankan sangat tak sesuai dengan fakta realita yang beredar. Keramahannya inilah yang menjadi “point of interest” bagi seorang pengembara yang mencari sebuah agama. Sangat sejalan dan cukup terwakili bagaimana prospek wajah Islam kedepan: menjadi satu-satunya agama yang benar dan sangat selaras dengan jiwa manusia serta akan selalu eksis sampai akhir zaman. Insyaallah. Menjadi semacam aksioma yang mencerminkan kapasitas Islam sebagai agama yang diturunkan oleh sang Tuhan yang sesungguhnya.
Keramahan Islam dan keuniversalannya telah terbukti dan tegambarkan disaat periode atau zaman dimana Islam awal kali disebarluaskan oleh sang pembawa risalah, Muhammad SAW. Beliau yang merupakan manusia paling berpengaruh sepanjang masa mencontohkan bagaimana ajaran Islam sebenarnya dan saharusnya. Menjadi pengharum prestise tersendiri bagi Islam bahwa dia sangat layak dibawa oleh seorang patut dijadikan sumber inspirasi. Dia memparodikan bagaimana seharusnya berinteraksi dan bersosialisasi dengan Tuhan, jiwa mereka sendiri, alam maupun masyarakat non Islam. Sama sekali bebas dari paksaan, kekerasan, hinaan dan celaan bahkan yang ada malah kelembutan, kasih sayang dan kebebasan. Ia menggambarkan bagaimana wajah diorama akhlak dan garak-gerik muslim impian dan ideal.
Islam tak pernah menyuruh para pemeluknya untuk menjaga jarak pergaulan dalam batasan tertentu dengan msyarakat Nonmuslim ataupun seseorang yang berseberangan pendapat dan paham. Ia menyuruh bergaul dengan siapapun dengan catatan tak melanggar norma-norma ketetapan Islam. Tak ada halangan Si Kaya bergaul dengan Si Miskin. Si Muslim bergaul dengan si Nasrani, inilah keindahan dan keharuman dalam doktrin Islam. Dalam konteks yang lainnya Islam telah mengajarkan tatakrama pergaulan antara Muslim dan Muslimah. Sebuah agama yang mengajarkan keterbukaan, kemerdekaan dan kebebasan yang tak kebablasan.Ajaran tersebut telah termaktub dalam dua dasar ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ketercantumannya menjadi justifikasi bahwa agama ini memang benar-benar menanamkan prinsip-prinsip keterbukaan.
Thursday, May 19, 2011
Parodi Para Hujoz part 1
Menghafal AL-QUR’AN, nampaknya ketika mendengar kata ini akan terbersit dalam pikiran kita kata “wah”, timbul perasaan takjub dan teka-teki dalam diri, mungkin nggak ya ada yang bisa ngafalinnya? Kalau bisa , wah memang bukan orang sembarangan nih orang, masak sih dia bisa ngafalin tulisan sebanyak 204 halaman yang tiap halamannya terdiri dari 15 baris dan memakai bahasa Arab lagi, bayangin coba bukan bahasa ibu kita lho.
Pertanyaan di atas adalah gambaran pertanyaan yang mungkin pernah bergelayut dalam pikiran kita terutama orang yang belum pernah mendengar ingar bingar tentang para penghafal AL-QUR’AN, blue printnya tak pernah mengenal apalagi tahu dengan yang namanya menghafal AL-QUR’AN alias asing.
Sebenarnya menghafal AL-QUR’AN adalah sebuah pilihan diantara beberapa pilihan yang ditawarkan oleh Allah bagaimana kita bergaul dan memperlakukan ALQUR’AN sebagai representasi rasa hormat kita terhadap kalam Tuhan yang teramat mulia. Opsi lainnya adalah membacanya, mentadabburi kandungan ayatnya, mengkajinya, baik mengkaji struktur letak ayat dan surah-surahnya(Internal) maupun berusaha mengkorelasikan dengan peristiwa yang terjadi di sekitar kita(Eksternal). Tak diragukan lagi AL-QUR’AN adalah sumber ilmu pengetahuan penuh misteri yang tak pernah kering untuk digali , dieksploitasi dan dibongkar untuk diungkap mutiara-mutiara berharga yang tertimbun di dalamnya.
Menghafal AL-QUR’AN adalah sebuah pilihan berani tanpa mengesampingkan aspek kemuliaan jika meniti jalan di dalamnya. Keberaniaan itu timbul karena betapa besarnya efek dan kebutuhan energi serta daya yang terserap dalam perjuangan maupun pasca menghafalkan AL-QUR’AN. Daya tersebut bisa berupa pikiran(IQ), kesabaran(EQ) dan ketelatenan atau ketekunan(SQ).
Maka benarlah perkataan orang bijak, “Seberapa besar perhatian dan usaha kita terhadap sesuatu, sebesar itu pulalah kita akan memperoleh buah manis dari usaha kita”.(Biqodri Ma Ta’taniy Tanaalu Ma Tatamannaa). Barang siapa yang menanam pasti akan menuai yang ia tanam, berbeda antara orang yang menanam bibit kualitas super dengan yang non-unggul.Karena sesuatu yang besar dan istemewa tak dapat kita raih dengan usaha yang biasa-biasa saja. Butuh pengorbanan yang sangat besar.
Sedangkan kemuliaan itu sendiri timbul dari efek positif yang dirasakan pasca menghafal AL-QUR’AN tanpa menafikan ekses atau efek negatif apabila terjadi berbagai kesalahan atau keteledoran dalam mempertahankan hafalan tersebut. Terkadang efek positif tersebut di luar jangkauan akal logika manusia. Wajar saja, jika segelintir orang menyebutkan bahwa menghafal AL-QUR’AN adalah suatu hal yang istemewa dan tak bisa di akal-akalkan. Tak dapat dipungkiri efek positif itu juga timbul karena AL-QUR’AN merupakan mukjizat dan kalam Ilahi yang mengindikasikan tingkat keagungan, kesucian dan kemuliaan kitabullah itu sendiri dibandingkan dengan kitab agama samawi lain nya seperti Taurat, Zabur dan Injil.
Jika ditinjau dari segi historis, menghafal AL-QUR’AN merupakan aktifitas atau tradisi turun temurun yang sampai saat ini masih terus dilestarikan oleh beberapa kalangan orang Asia Tengah terutama bangsa Arab. Dari masa Rasulullah sampai saat ini menghafal AL-QUR’AN tetap lestari dan terjaga seakan tak lekang oleh perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup masyarakat Islam. Mulai dari Rasulullah SAW, Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Mas’ud, Muadz ibn Jabal , Husein Thabataba’ie sang pemuda ajaib dari Iran, Mbah Munawwir dari jogjakarta serta Mbah Arwani dari Kudus mereka semua adalah para legendaries dalam bidang menghafal AL-QUR’AN.
Bangsa Arab sangat menghargai para penghafal AL-QUR’AN , mereka berlomba-lomba menjadikan anak mereka menjadi seorang penghafal AL-QUR’AN(Huffadh), karena mereka mengetahui keutamaan akan menghafal kitab AL-QUR’AN . Negara kita juga tak mau kalah dalam menghargai dan mencetak generasi Qur’ani (Penghafal Al-Qur’an). Setiap tahun secara bergiliran di kota-kota se-Indonesia dilaksanakan MTQ(Musabaqah Tilawatil Qur’an) baik tingkat lokal, regional maupun nasional. Event ini tak lain sebagai salah satu wujud usaha para Ulama dan Pamerintah kita untuk membumikan AL-QUR’AN , menghidupkan nafas-nafas Qur’ani ditengah gersangnya pengetahuan keagamaan. Sangat naïf memang jikalau seorang pemeluk agama kurang menguasai ajaran agamanya, tapi itulah borok muslim Indonesia yang tak patut diumbar dan dipresentasikan di hadapan khalayak pemeluk agama non-Islam.
Monday, May 2, 2011
Antara Akal dan Hawa Nafsu
Manusia hidup di dunia tak hanya makan dan minum, disamping itu manusia memiliki tugas dan tujuan dalam hidupnya dimana tujuan tersebut sangat erat kaitannya dengan tujuan awal penciptaan dan dilahirkannya manusia ke dunia ini.
Semenjak manusia berupa janin danin dalam perut ibunya dia telah diserahi amanah dan tanggung jawab dipundaknya oleh Allah SWT. baik tanggung jawab terhadap dirinya, lingkungannya, sesuatu yang dipimpinnya dan Tuhannya. Untuk mengemban amanah superberat tersebut seperti yang tercantum dalam surah Al-Ahzab Ayat 72, Allah membekali manusia dengan daya, akal dan fikiran sehingga dari tiga hal tersebut sangat nyata bahwasanya Allah memberikan keputusan di tangan manusia secara mutlak terhadap apa yang dia pilih dalam hidup ini, yang pada akhirnya manusia itu sendiri yang akan menjadi objek pembalasan dari segenap perbuatan baik buruknya yang telah ia pilih.
Akal tersebut diperintahkan oleh Allah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, menimbang mana yang baik dan buruk, mana yang pantas atau tidak serta menafakkuri betapa sistematisnya semua ciptaan tuhan di dunia ini. Terjadi tanpa kebetulan. Dengan kehendaknya pula terjadi simbiosis yang serasi dan seirama serta teratur diantara makhluknya sehingga terjadi fase kehidupan yang harmonis, terukur dan akurat. Bisa kita ambil contoh mekanisme rantai makanan pada pelajaran Biologi, ada pemangsa ada yang dimangsa ada konsumen dan ada produsen. Semua itu telah diatur dan ditakdirkan oleh Allah dalam peranan-peranan masing-masing makhluk dan komponen dalam hidup ini.
Betapa banyak redaksi kalimat dalam Al-Qur’an yang menstimulasi kita untuk mengeksploitasi kemampuan akal kita, seperti ”Maka Apakah mereka Tidak Melihat”(Afalaa Yandzuruuna), “Maka Apakah Mereka Tidak Mengambil Pelajaran”(Afalaa Tadzkkaruun) dan “Apakah Mereka Tidak mempergunakan Akalnya”(Afalaa Ta’qiluun). Dari kalam Tuhan tersebut kita bisa menangkap bahwasanya Tuhan menegur kita untuk mengoptimalkan fungsi akal sekaligus menantang kita untuk memperhatikan, mengkaji dan mengobservasi dari segala sesuatu yang Tuhan ciptakan yang kemudian akan menjadi tambahan kemaslahatan untuk kehidupan manusia yang akan datang dan pendongkrak iman kita setelah memahami bahwa betapa mahabesarnya Tuhan kita serta Dia menciptakan segala sesuatu terhindar dari kesia-siaan.
Dalam hal memanfaatkan akal, Islam telah menetapkan regulasi bagaimana cara yang benar terutama dalam memandang baik buruknya sesuatu, sehingga tak selamanya akal diperkenankan menembus semua zona dalam hidup kita ada area tertentu dimana akal tak boleh melintasi batas tersebut, misal dalam memahami syariat Islam –dengan kata lain perintah Allah baik Al-Qur’an maupun Hadits-. Dalam Ushuluddin atau Ilmu Tauhid sistematika yang baik dakam menyerap ajaran Tuhan adalah melalui kacamata Naqli (Dalil-dali yang telah tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadits) yaitu dalam menimbang baik buruknya sesuatu dalam syariat kita harus menitik beratkan pada dalil Naqli. Jadi, sesuatu jika ditimbang melalui akal logika kita benar tak selamanya bisa dibenarkan oleh Naqli begitu juga sebaliknya. Well, kita harus mengambil aspek dalil Naqlinya terlebih dahulu karena aspek tersebut berasal dari Tuhan yang lebih tahu tentang urusan agamanya dari pada kita. Dikarenakan apabila mengambil dari segi Aqlinya bemum tentu hal tersebut berdampak positif dalam urusan agama yang dimana Aqli tersebut berasal dari akal kita yang sarat kekurangan dan kelemahan serta sering terkontaminasi oleh budaya serta lingkungan kita berada. Dengan kata lain kita tak boleh beragama “hanya” dengan akal dan meng akal-akalkan agama karena akal tak memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk menyerap syariat agama secara totalitas atau kaaffah sehingga apabila dipaksakan ditakutkan akan menghasilkan turbulensi pemahaman yang cacat sehingga merusak pemahaman itu sendiri. Dalam kasus ini berlaku asas pengkultusan yang ditujukan pada Tuhan sebagai target man dalam tetekbengek urusan beragama, sering kita dengar jargon “Undzur Man Qaala Walaa Tandzur Manqola” artinya lihatlah siapa yang berbicara dan janganlah lihat apa yang dia bicararakan, siapa diatas tadi kembali kepada Tuhan.
Islam tidak secara mutlak mematikan dan menafikan fungsi dan logika manusia tetapi Islam memberikan porsi tersendiri bagi akal dimana akal menempati kasta kedua setelah Naqli atau sebegai pelengkap dan penguat dari dalil Naqli itu sendiri, artinya kita boleh saja berdalil dengan Aqli apabila sebuah perbuatan (tentang baik buruknya) tak dijelaskan dalam Naqli asalkan Aqli tersebut tidak bertentangan dengan Naqli yang umumnya Aqli tersebut berkaitan erat dengan kebisaan atau cara memandang yang berlaku disebuah komunitas bagaimana menilai baik buruknya terhadap sesuatu.
Alasan Islam menomomorduakan Aqli adalah seringnya akal terkontaminasi dan terintervensi oleh kepentingan nafsu dalam memandang baik buruknya sesuatu dalam situasi tertentu sehingga apabila kekuatan hawa nafsu mendominasi dalam diri seseorang dan kekutan akal telah dikalahkan maka akal pun menjadi lumpuh oleh nafsu demi memuaskan keinginan nafsu yang terlihat rendah dihadapan akal sehat manusia. Perlu kita catat disini, hawa nafsu tidak akan pernah puas semakin sering dilayani semakin manja dan terus meminta kecuali kita punya komitmen dan tekad yang kuat untuk mengekangnya makanya dalam hadits disebutkan jihad yang terbesar dalam hidup ini adalah jihad melawan hawa nafsu.
Tampaknya kita tak pantas mengkonotasi akal tanpa mengimbanginya dengan deskripsi positif mengenai akal. Negasi dari penjabaran di atas, tak selamanya nafsu dapat menggembosi akal jikalau si pemilik nafsu mampu menghandle nafsunya sehingga kondisi akal termanage dengan baik, yang pada akhirnya si pemilik mampu mendaya gunakan akal secara optimal tanpa dibayangi oleh nafsu yang bertolak belakang fungsi diantara keduanya. Akal yang normal mampu menjadi penawar dan pemenang bagi nafsu yang jahat. Jika kita komparasikan, kekuatan akal dan nafsu fity-fity yang kadangkala terjadi superioritas diantara keduanya.
Akal juga menjadi penyekat antara sifat manusia dan binatang serta memberikan perbedaan insting diantara keduanya. Manusia menjadi lebih berharga dan terhormat daripada binatang karena akalnya. Tapi, Tuhan tak menjamin manusia lebih mulia daripada binatang karena akalnya sebab tak semua manusia mengetahui dan mendayagunakan eksistensi akalnya sebagaimana mestinya. Bisa dibilang tak ada bedanya antara ada akalnya atau tidak, otomatis bisa disamakan dengan binatang. Nah, karena tak ada bedanya tersebut manusia dapat diumpamakan lebih hina daripada binatang, bisa kita analisa sendiri mengapa bisa begitu. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 179 yang berbunyi:
“ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Tapi akal tak berperan tunggal sehingga manusia yang tak dapat memakai akalnya dapat disebut lebih hina daripada binatang, masih ada fikiran dan jiwa dihati yang juga berperan mengontrol keinginan dan insting manusia setelah komponen di atas saling berkolaborasi diantara satu dengan yang lainnya bersama akal, sehingga apabila salah satu diantara keduanya mengalami trouble manusia masih juga berpeluang lebih hina daripada binatang.
Akal tak dapat bekerja jikalau tak ada input dari panca indera, tanpa panca indra akal tak akan berfungsi sebagaimana mestinya karena jika manusia tak berpanca indra ia tak akan pernah bisa hidup, tak ubahnya benda mati. Tapi, tak selamanya panca indra butuh pada akal buktinya kucing masih bisa hidup tanpa akal konsekuensinya kucing hanya dikontrol oleh nafsu hewaninya saja yang terkadang tak dapat diterima oleh akal sehat manusia contohnya, anak kucing yang telah dewasa berhubungan badan dengan induknya lebih parahnya lagi di bangsa manusia sendiri, anak (maaf) memperkosa ibu kandungnya sendiri dan laki-laki berhubungan badan dengan sesama lelakinya begitu juga perempuan. Pernahkah kita mendengar cerita binatang berhubungan dengan sesama jenisnya dikalangan mereka, saya kira anda juga belum pernah mendengarnya. Bukankah hal ini lebih memalukan daripada binatang. Inilah fakta yang tak dapat disangkal telah terjadi di abad kita sekarang. Inilah suatu gambaran akal telah bertekuk lutut di hadapan hawa nafsu. Dengan kata lain, nanusia lebih hina daripada binatang karena keberadaan akalnya (karena akalnya tak digunakan).
Begitulah Allah menjadikan akal lawan dan ingkaran dari hawa nafsu. Dua makhluk Allah yang tertanam dalam setiap jiwa manusia, keduanya saling mengalahkan dan tidak akan pernah bersatu untuk menguasai jiwa manusia. Manusia yang dominan akalnya berarti dia mendapat pancaran nur-ilahi begitu juga sebaliknya. Allah pernah bertanya pada akal dan hawa nafsu: Hai akal siapakah aku dan kamu? Akal menjawab, aku adalah hambamu dan engkau adalah tuhanku. Hawa nafsu juga menjawab: aku adalah aku sendiri, kamua adalah kamu.
Akal juga mempunyai peran vital dalam kriteria pewajiban aturan Islam yaitu ketika Islam mewajibkan secara mutlak kepada seorang muslim tentang hukum-hukumnya, segala perintahnya dan semua ajarannya untuk dilaksanakan. Ketika Islam memandang seseorang telah wajib menjalankan aturannya yang telah diletakkan di pundaknya, artinya akal menjadi indicator untuk menganggap dan memperhitungkan tentang perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukan oleh seorang muslim. Yang pada awalnya dia masih kanak-kanak “belum dianggap” dalam pelaksanaan dan penyerapan aturan Islam sekarang dia sudah mulai beranjak dewasa (berakal) otomatis aturan Islam wajib dilaksanakan olehnya. Sedangkan orang yang telah berakal biasa disebut mukallaf. Tak hanya itu Islam meletakkan akal sebagai tolak ukur dalam berlakunya sebuah kewajiban. Dalam persaksian Islam juga meletakkan akal sebagai satu hal yang harus dimiliki oleh seorang saksi secara logika anak kecil dan orang sinting tak dapat menjadi saksi karena akalnya yang tak sempurna, begitu juga syarat dalam menjadi seorang perawi hadits.
Islam sangat mengakui eksistensi akal dalam jiwa manusia buktinya Islam melarang penganutnya mengonsumsi segala sesuatu yang memabukkan seperti Khamr, ganja, heroin dan ekstasi. Karena rasa mabuk mampu menghilangkan akal sehat dan kesadaran, yang pada akhirnya si peminum melakukan perbuatannya diluar kontrol akalnya yang kebanyakan memang tak masuk akal perbuatan si peminum tersebut seperti membunuh istrinya sendiri, menyetubuhi darah dagingnya sendiri den perbutan tercela lainnya. Dengan kata lain, menjaga akal agar tetap sadar merupakan tindakan preventif bagi manusia dari perbutan kriminal dan menzhalimi orang lain. Allah berfirman tentang pelarangan khamr dalam kitabnya yang berbunyi:
" Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,"ِ
Akal juga turut diperhitungkan dalam Ilmu teologi atau ilmu kalam, yaitu akal menjadi salah satu kerangka berpikir dalam ilmu tersebut. Cara berpikir dalam berpendapat tentang suatu hal turut mempengaruhi hasil dari sebuah keputusan. Cara berpikir yang memberikan porsi tak terbatas pada akal biasa disebut cara berpikir rasionalis, logis atau logika. Dalam Ilmu teologi penganut cara berpikir seperti di atas sering diadopsi oleh orang-orang mu’tazilah makanya mereka sering dijuluki rasionalis atau liberalis, sang maniak akal.
Semenjak manusia berupa janin danin dalam perut ibunya dia telah diserahi amanah dan tanggung jawab dipundaknya oleh Allah SWT. baik tanggung jawab terhadap dirinya, lingkungannya, sesuatu yang dipimpinnya dan Tuhannya. Untuk mengemban amanah superberat tersebut seperti yang tercantum dalam surah Al-Ahzab Ayat 72, Allah membekali manusia dengan daya, akal dan fikiran sehingga dari tiga hal tersebut sangat nyata bahwasanya Allah memberikan keputusan di tangan manusia secara mutlak terhadap apa yang dia pilih dalam hidup ini, yang pada akhirnya manusia itu sendiri yang akan menjadi objek pembalasan dari segenap perbuatan baik buruknya yang telah ia pilih.
Akal tersebut diperintahkan oleh Allah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, menimbang mana yang baik dan buruk, mana yang pantas atau tidak serta menafakkuri betapa sistematisnya semua ciptaan tuhan di dunia ini. Terjadi tanpa kebetulan. Dengan kehendaknya pula terjadi simbiosis yang serasi dan seirama serta teratur diantara makhluknya sehingga terjadi fase kehidupan yang harmonis, terukur dan akurat. Bisa kita ambil contoh mekanisme rantai makanan pada pelajaran Biologi, ada pemangsa ada yang dimangsa ada konsumen dan ada produsen. Semua itu telah diatur dan ditakdirkan oleh Allah dalam peranan-peranan masing-masing makhluk dan komponen dalam hidup ini.
Betapa banyak redaksi kalimat dalam Al-Qur’an yang menstimulasi kita untuk mengeksploitasi kemampuan akal kita, seperti ”Maka Apakah mereka Tidak Melihat”(Afalaa Yandzuruuna), “Maka Apakah Mereka Tidak Mengambil Pelajaran”(Afalaa Tadzkkaruun) dan “Apakah Mereka Tidak mempergunakan Akalnya”(Afalaa Ta’qiluun). Dari kalam Tuhan tersebut kita bisa menangkap bahwasanya Tuhan menegur kita untuk mengoptimalkan fungsi akal sekaligus menantang kita untuk memperhatikan, mengkaji dan mengobservasi dari segala sesuatu yang Tuhan ciptakan yang kemudian akan menjadi tambahan kemaslahatan untuk kehidupan manusia yang akan datang dan pendongkrak iman kita setelah memahami bahwa betapa mahabesarnya Tuhan kita serta Dia menciptakan segala sesuatu terhindar dari kesia-siaan.
Dalam hal memanfaatkan akal, Islam telah menetapkan regulasi bagaimana cara yang benar terutama dalam memandang baik buruknya sesuatu, sehingga tak selamanya akal diperkenankan menembus semua zona dalam hidup kita ada area tertentu dimana akal tak boleh melintasi batas tersebut, misal dalam memahami syariat Islam –dengan kata lain perintah Allah baik Al-Qur’an maupun Hadits-. Dalam Ushuluddin atau Ilmu Tauhid sistematika yang baik dakam menyerap ajaran Tuhan adalah melalui kacamata Naqli (Dalil-dali yang telah tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadits) yaitu dalam menimbang baik buruknya sesuatu dalam syariat kita harus menitik beratkan pada dalil Naqli. Jadi, sesuatu jika ditimbang melalui akal logika kita benar tak selamanya bisa dibenarkan oleh Naqli begitu juga sebaliknya. Well, kita harus mengambil aspek dalil Naqlinya terlebih dahulu karena aspek tersebut berasal dari Tuhan yang lebih tahu tentang urusan agamanya dari pada kita. Dikarenakan apabila mengambil dari segi Aqlinya bemum tentu hal tersebut berdampak positif dalam urusan agama yang dimana Aqli tersebut berasal dari akal kita yang sarat kekurangan dan kelemahan serta sering terkontaminasi oleh budaya serta lingkungan kita berada. Dengan kata lain kita tak boleh beragama “hanya” dengan akal dan meng akal-akalkan agama karena akal tak memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk menyerap syariat agama secara totalitas atau kaaffah sehingga apabila dipaksakan ditakutkan akan menghasilkan turbulensi pemahaman yang cacat sehingga merusak pemahaman itu sendiri. Dalam kasus ini berlaku asas pengkultusan yang ditujukan pada Tuhan sebagai target man dalam tetekbengek urusan beragama, sering kita dengar jargon “Undzur Man Qaala Walaa Tandzur Manqola” artinya lihatlah siapa yang berbicara dan janganlah lihat apa yang dia bicararakan, siapa diatas tadi kembali kepada Tuhan.
Islam tidak secara mutlak mematikan dan menafikan fungsi dan logika manusia tetapi Islam memberikan porsi tersendiri bagi akal dimana akal menempati kasta kedua setelah Naqli atau sebegai pelengkap dan penguat dari dalil Naqli itu sendiri, artinya kita boleh saja berdalil dengan Aqli apabila sebuah perbuatan (tentang baik buruknya) tak dijelaskan dalam Naqli asalkan Aqli tersebut tidak bertentangan dengan Naqli yang umumnya Aqli tersebut berkaitan erat dengan kebisaan atau cara memandang yang berlaku disebuah komunitas bagaimana menilai baik buruknya terhadap sesuatu.
Alasan Islam menomomorduakan Aqli adalah seringnya akal terkontaminasi dan terintervensi oleh kepentingan nafsu dalam memandang baik buruknya sesuatu dalam situasi tertentu sehingga apabila kekuatan hawa nafsu mendominasi dalam diri seseorang dan kekutan akal telah dikalahkan maka akal pun menjadi lumpuh oleh nafsu demi memuaskan keinginan nafsu yang terlihat rendah dihadapan akal sehat manusia. Perlu kita catat disini, hawa nafsu tidak akan pernah puas semakin sering dilayani semakin manja dan terus meminta kecuali kita punya komitmen dan tekad yang kuat untuk mengekangnya makanya dalam hadits disebutkan jihad yang terbesar dalam hidup ini adalah jihad melawan hawa nafsu.
Tampaknya kita tak pantas mengkonotasi akal tanpa mengimbanginya dengan deskripsi positif mengenai akal. Negasi dari penjabaran di atas, tak selamanya nafsu dapat menggembosi akal jikalau si pemilik nafsu mampu menghandle nafsunya sehingga kondisi akal termanage dengan baik, yang pada akhirnya si pemilik mampu mendaya gunakan akal secara optimal tanpa dibayangi oleh nafsu yang bertolak belakang fungsi diantara keduanya. Akal yang normal mampu menjadi penawar dan pemenang bagi nafsu yang jahat. Jika kita komparasikan, kekuatan akal dan nafsu fity-fity yang kadangkala terjadi superioritas diantara keduanya.
Akal juga menjadi penyekat antara sifat manusia dan binatang serta memberikan perbedaan insting diantara keduanya. Manusia menjadi lebih berharga dan terhormat daripada binatang karena akalnya. Tapi, Tuhan tak menjamin manusia lebih mulia daripada binatang karena akalnya sebab tak semua manusia mengetahui dan mendayagunakan eksistensi akalnya sebagaimana mestinya. Bisa dibilang tak ada bedanya antara ada akalnya atau tidak, otomatis bisa disamakan dengan binatang. Nah, karena tak ada bedanya tersebut manusia dapat diumpamakan lebih hina daripada binatang, bisa kita analisa sendiri mengapa bisa begitu. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 179 yang berbunyi:
“ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Tapi akal tak berperan tunggal sehingga manusia yang tak dapat memakai akalnya dapat disebut lebih hina daripada binatang, masih ada fikiran dan jiwa dihati yang juga berperan mengontrol keinginan dan insting manusia setelah komponen di atas saling berkolaborasi diantara satu dengan yang lainnya bersama akal, sehingga apabila salah satu diantara keduanya mengalami trouble manusia masih juga berpeluang lebih hina daripada binatang.
Akal tak dapat bekerja jikalau tak ada input dari panca indera, tanpa panca indra akal tak akan berfungsi sebagaimana mestinya karena jika manusia tak berpanca indra ia tak akan pernah bisa hidup, tak ubahnya benda mati. Tapi, tak selamanya panca indra butuh pada akal buktinya kucing masih bisa hidup tanpa akal konsekuensinya kucing hanya dikontrol oleh nafsu hewaninya saja yang terkadang tak dapat diterima oleh akal sehat manusia contohnya, anak kucing yang telah dewasa berhubungan badan dengan induknya lebih parahnya lagi di bangsa manusia sendiri, anak (maaf) memperkosa ibu kandungnya sendiri dan laki-laki berhubungan badan dengan sesama lelakinya begitu juga perempuan. Pernahkah kita mendengar cerita binatang berhubungan dengan sesama jenisnya dikalangan mereka, saya kira anda juga belum pernah mendengarnya. Bukankah hal ini lebih memalukan daripada binatang. Inilah fakta yang tak dapat disangkal telah terjadi di abad kita sekarang. Inilah suatu gambaran akal telah bertekuk lutut di hadapan hawa nafsu. Dengan kata lain, nanusia lebih hina daripada binatang karena keberadaan akalnya (karena akalnya tak digunakan).
Begitulah Allah menjadikan akal lawan dan ingkaran dari hawa nafsu. Dua makhluk Allah yang tertanam dalam setiap jiwa manusia, keduanya saling mengalahkan dan tidak akan pernah bersatu untuk menguasai jiwa manusia. Manusia yang dominan akalnya berarti dia mendapat pancaran nur-ilahi begitu juga sebaliknya. Allah pernah bertanya pada akal dan hawa nafsu: Hai akal siapakah aku dan kamu? Akal menjawab, aku adalah hambamu dan engkau adalah tuhanku. Hawa nafsu juga menjawab: aku adalah aku sendiri, kamua adalah kamu.
Akal juga mempunyai peran vital dalam kriteria pewajiban aturan Islam yaitu ketika Islam mewajibkan secara mutlak kepada seorang muslim tentang hukum-hukumnya, segala perintahnya dan semua ajarannya untuk dilaksanakan. Ketika Islam memandang seseorang telah wajib menjalankan aturannya yang telah diletakkan di pundaknya, artinya akal menjadi indicator untuk menganggap dan memperhitungkan tentang perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukan oleh seorang muslim. Yang pada awalnya dia masih kanak-kanak “belum dianggap” dalam pelaksanaan dan penyerapan aturan Islam sekarang dia sudah mulai beranjak dewasa (berakal) otomatis aturan Islam wajib dilaksanakan olehnya. Sedangkan orang yang telah berakal biasa disebut mukallaf. Tak hanya itu Islam meletakkan akal sebagai tolak ukur dalam berlakunya sebuah kewajiban. Dalam persaksian Islam juga meletakkan akal sebagai satu hal yang harus dimiliki oleh seorang saksi secara logika anak kecil dan orang sinting tak dapat menjadi saksi karena akalnya yang tak sempurna, begitu juga syarat dalam menjadi seorang perawi hadits.
Islam sangat mengakui eksistensi akal dalam jiwa manusia buktinya Islam melarang penganutnya mengonsumsi segala sesuatu yang memabukkan seperti Khamr, ganja, heroin dan ekstasi. Karena rasa mabuk mampu menghilangkan akal sehat dan kesadaran, yang pada akhirnya si peminum melakukan perbuatannya diluar kontrol akalnya yang kebanyakan memang tak masuk akal perbuatan si peminum tersebut seperti membunuh istrinya sendiri, menyetubuhi darah dagingnya sendiri den perbutan tercela lainnya. Dengan kata lain, menjaga akal agar tetap sadar merupakan tindakan preventif bagi manusia dari perbutan kriminal dan menzhalimi orang lain. Allah berfirman tentang pelarangan khamr dalam kitabnya yang berbunyi:
" Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,"ِ
Akal juga turut diperhitungkan dalam Ilmu teologi atau ilmu kalam, yaitu akal menjadi salah satu kerangka berpikir dalam ilmu tersebut. Cara berpikir dalam berpendapat tentang suatu hal turut mempengaruhi hasil dari sebuah keputusan. Cara berpikir yang memberikan porsi tak terbatas pada akal biasa disebut cara berpikir rasionalis, logis atau logika. Dalam Ilmu teologi penganut cara berpikir seperti di atas sering diadopsi oleh orang-orang mu’tazilah makanya mereka sering dijuluki rasionalis atau liberalis, sang maniak akal.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kode Referral Ajaib "mush855"
Seiring perkembangan teknologi memudahkan dalam mengakses macam-macam sarana investasi. Tinggal klik-instal kita sudah bisa berinvestasi sah...
-
Menghafal AL-QUR’AN, nampaknya ketika mendengar kata ini akan terbersit dalam pikiran kita kata “wah”, timbul perasaan tak...
-
Manusia hidup di dunia tak hanya makan dan minum, disamping itu manusia memiliki tugas dan tujuan dalam hidupnya dimana tujuan tersebut s...
-
Wanita, salah satu korban bajak mode Merunut realita yang ada saat ini, wanita ...