Sunday, May 19, 2013

Belaskasih Tuhan Terhadap Manusia dengan Menurunkan Wahyunya



Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang cenderung berpotensi melakukan hal-hal yang negatif. Terlebih lagi jika hanya mengandalkan akal dan insting yang mereka miliki sebagai  patokan dalam tindak-tanduknya serta menepikan hati nuraninya. Hati nurani saja tidaklah cukup untuk menjadikan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yang hakiki, untuk memakmurkan bumi yang telah dihamparkan atas manusia dengan nikmat dan kehendaknya. Lebih parah lagi apabila hati nurani tersebut dibutakan atau terkontaminasi dengan kondisi hati manusia yang kotor dan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan bersifat kenikmatan yang bersumber dari hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan konotasi “peran” antagonis dalam diri manusia, lawan dari protagonis yang diperani oleh hati nurani.
Dengan diturunkannya wahyu (baca:kitab-kitab Allah) akan semakin memperkuat (menta’qid) kemauan Allah untuk menjadikan manusia makhluk yang bertuhan maupun bertauhid. Sebagai bukti tidak bermain-mainnya Allah dalam menciptakan manusia. Yang tugas utamanya adalah memakmurkan bumi Allah.  Berbeda dengan binatang yang hanya hidup mengandalkan insting kebinatangan yang mereka miliki. Tetapi manusia tidak serendah itu. Bahkan dimuliakan oleh Allah dengan diberinya akal fikiran yang dapat membedakan antara baik dan buruk serta hai itu menjadi pembeda  antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Tidak menutup kemungkinan manusia tersebut derajatnya  lebih rendah dan hina dari binatang apabila terjadi pengingkaran-pengingkaran akan petuah Tuhan sehingga menurunkan derajat kemanusiaan yang ia miliki. Hal itu telah termaktub dalam kitabnya seperti yang tercantum dalam Surah Al-A’raf ayat 179:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
 Untuk mengantisipasi pemenyelewengan manusia dari amanat utama yang telah diembankan kepadanya tersebut, sebagai akibat dominannya peran antagonis dalam diri manusia maka Allah secara belas kasihan menurunkan petunjuk melalui wahyu-wahyunya kepada semua umat manusia tanpa terkecuali. Agar tidak terjadi pengingkaran dan pengelakan ketika diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang telah selama ini mereka kerjakan di dunia. Juga sebagai obor  pelita yang menerangi kegelapan dan kejahiliahan yang terjadi lintas zaman, baik zaman dahulu maupun sekarang, maka dari itu kemukjizatan Al-Qur’an tak akan pernah lekang dan usang oleh zaman(multiperiod).Karena memang telah dirancang sebagi mukjizat untuk semua manusia secara universal sebagai bukti rasa belas kasihan Allah terhadap manusia. Berlakunya tanpa memandang waktu dan tempat.Tak akan menyenyesatkan dan mejerumuskan manusia pada kesengsaraan sedikitpun.Dan tak akan ada pula seorangpun yang mampu melemahkan dan menjatuhkan argumen-argumen serta  ajaran  yang terkandung di dalamnya.
Berbeda dengan  kitab-kitab yang terdahulu yang diturunkan sebelum Al-Qur’an seperti Taurat, Injil, Zabur yang berlaku dan hanya relevan pada umat tertentu dan kapan umat tersebut hidup. Yaitu Taurat yang diturunkan untuk Nabi Musa a.s dan kaumnya Bani Israil, Zabur untuk Nabi Daud a.s dan kaumnya serta Injil untuk Nabi Isa A.s dan Kaumnya. Dengan diturunkannya wahyu kepada Rasul beserta kaumnya tersebut menandakan bahwa Allah tidak serta merta bertindak sewenang-wenang dan bertindak  sekehendak hatinya untuk untuk menerapkan aturannya dan menyiksa hambanya tanpa berbuat sesuatu yang dapat mewanti-wanti hambanya untuk tidak terjerumus kedalam siksaannya. Ia membuat semacam penguat alasan atau pembenaran sebelum menyiksa makhluk yang ingkar terhadap perintahnya.
Dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Isra’ Ayat 9 Allah SWT. berfirman bahwa Al-Qur’an akan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya dan berbuat kebaikan. Ayat tersebut berbunyi:
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”
            Ayat tersebut memberikan bukti yang sangat nyata bahwa Allah memiliki rasa sayang terhadap semua makhluknya khususnya kepada orang orang-orang yang beriman.Terhadap orang kafir pun ia masih memberi harapan untuk dapat merasakan kenikmatan yang kekal di akhirat kelak. Belas kasihannya terhadap orang-orang kafir tergambarkan pada potongan ayat “memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus”. Dari potongan ayat tersebut mengindikasikan Allah masih peduli dan perhatian meskipun terhadap orang-orang yang belum mampu menerima hidayahnya agar segara bertaubat dan mengikuti jalan kebenaran yang lurus. Sedangkan bukti sayangnya bagi orang yang beriman adalah “memberi kabar gembira kepada-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.Ya,sebuah gambaran kepedulian sang pencipta terhadap ciptaannya.
            Salah satu wahyu yang teragung adalah Al-Qur,an. Merupakan satu diantara mukjizat yang masih bertahan sampai saat ini yang pernah Allah turunkan kepada Nabinya yaitu Muhammad SAW.Ia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan moment atau kejadian-kejadian yang dialami disekitar kehidupan sang Rasul akhir zaman. Penghulu dari semua rasul. dan nabi-nabi yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang terdahulu. Secara kandungan ajaran maupun perintah Al-Qur,an tidak jauh berbeda dengan kitab-kitab terdahulu bahkan menjadi penyempurna  dari kitab-kitab tersebut.
            Secara objektif kaum yang diberi peringatan melalui wahyu yang berupa kitab-kitab terdahulu  jauh berbeda dengan kita. Baik berbeda dari masa mereka hidup, watak tabiat yang mereka miliki, kebiasaan dan budaya yang mereka jalani. Otomatis kebutuhan akan peringatan dan perintah yang harus mereka laksanakan juga berbeda apabila kita komparasikan dengan umat yang diturunkannya kepada mereka Al-Qur’an. Al-Qur’an itu  sendiri diturunkan untuk umat akhir zaman seperti kita sekarang.
            Kembali pada judul di atas, jika kita korelasikan dengan Asmaul Husna yang Allah miliki. Dengan alasan Allah menurunkan wahyu atau petunjuk kepada umat manusia sebagai bukti kasih sayangnya maka kita akan menjumpai disana sifat Ar-Rahiim (yang maha penyayang). Menjadi sebuah kewajiban bagi Allah untuk menyayangi hamba-hambanya dengan sifat Ar-Rahiim yang ia miliki. Dia tidak akan menyiksa suatu kaum sebelum datang peringatan untuk tunduk patuh kepadanya atas kaum tersebut. Baik peringatan secara verbal melalui Rasulnya dan tekstual melalui kalamnya. Hal ini mengindikasikan betapa ia maha penyantun dan maha penyayang bagi kita.
 Tetapi, uniknya disamping hal itu Allah juga memiliki sifat Al-Qahhar (yang maha pemaksa). Ia memberikan ancaman siksa yang begitu berat bagi hambanya yang melanggar perintahnya dan hal itu termaktub dalam kitabnya yang ia harapkan untuk dijadikan pedoman bagi hamba-hambanya agar tak terjerumus kedalam siksaannya yang amat begitu pedih kelak. Sebuah gambaran skenario yang begitu dramatis yang Tuhan terapkan dan Allah paparkan dalam kitabnya untuk hamba-hambanya yang mukmin. Disisi lain ia merupakan Ar-Hamurrohimiin. Dan disisi lainnya ia juga maha pemaksa dan perkasa(Al‘Aziizul Qahhar). Seperti yang termaktub dalam Surah Al-Hijr Ayat 49-50
“Kabarkanlah kepada hamba-hambaku, bahwa sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya adzabku adalah adzab yang sangat pedih.”
Al-Qur’an juga menjadi bukti rasa sayang Allah terhadap Rasulnya. Pembela  dan penolong nabi tatkala dicerca dan dihina diwaktu beliau menyebarkan Agama Islam, betapa saat itu beliau membutuhkan pertolongan dan pembenaran (justification) akan ajaran yang beliau sebarkan.di tengah watak keras kepala yang dimiliki orang-orang Quraisy jahiliah dalam memegang teguh ajaran nenek moyang mereka pada saat itu. Al-Qur’an datang sebagai angin segar, penyejuk  hati serta peneguh  sang penghulu para manusia dalam menjalankan amanah begitu berat yang diembankan kepada beliau. Hal ini menjadi pertanda sayangnya Allah kepada kekasih dan hambannya yang butuh pertolongan disaat-saat yang genting. Allah tidak membiarkan hambanya  dalam kesusahan dan keterasingan ditengah-tengah lingkungan yang menyisihkannya. Bukti lain gambaran rasa sayang Allah yang  juga dilimpahkan kepada Rasul-makhluknya- melalui wahyunya.
            Allah SWT. memberi peringatan kepada umat manusia melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah dan 3 Rasul terdahulu adalah suatu bukti betapa Allah memiliki perhatian dan kasih sayang terhadap makhluk yang diciptakannya. Tidak  mungkin bagi dia menurunkan azab maupun siksa balasan kepada orang-orang yang belum mengetahui dan memahami akan aturan yang diterapkannya. Akan  Dzalim baginya apabila bertindak demikian meskipun ia memiliki kehendak mutlak dan penuh untuk berbuat sesuatu sekehendak hatinya atas ciptaannya. Padahal Allah sekali-kali tidak pernah mendzalimi hamba-hambanya, tetapi hambalah yang mendzalimi diri mereka sendiri. Untuk itu ia membutuhkan deklarasi atau sosialisasi terhadap aturan-aturan yang di berlakukannya untuk semua makhluknya. Dengan adanya sosialisasi tersebut merupakan wujud nyata akan rasa sayangnya pada makhluk-makhluk yang diciptakannya tanpa terkecuali sebelum ditegakkannya hari pembalasan.


Oleh: Mushoffan Nasiri (12310043)
Bahasa dan Sastra Arab
Ibnu Kholdun, Kamar 28

No comments:

Kode Referral Ajaib "mush855"

Seiring perkembangan teknologi memudahkan dalam mengakses macam-macam sarana investasi. Tinggal klik-instal kita sudah bisa berinvestasi sah...