Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang cenderung berpotensi
melakukan hal-hal yang negatif. Terlebih lagi jika hanya mengandalkan akal dan
insting yang mereka miliki sebagai patokan dalam tindak-tanduknya serta menepikan
hati nuraninya. Hati nurani saja tidaklah cukup untuk menjadikan manusia
sebagai khalifah Allah di muka bumi yang hakiki, untuk memakmurkan bumi yang
telah dihamparkan atas manusia dengan nikmat dan kehendaknya. Lebih parah lagi
apabila hati nurani tersebut dibutakan atau terkontaminasi dengan kondisi hati
manusia yang kotor dan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan bersifat
kenikmatan yang bersumber dari hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan konotasi
“peran” antagonis dalam diri manusia, lawan dari protagonis yang diperani oleh
hati nurani.
Dengan diturunkannya wahyu (baca:kitab-kitab Allah) akan semakin
memperkuat (menta’qid) kemauan Allah untuk menjadikan manusia makhluk
yang bertuhan maupun bertauhid. Sebagai bukti tidak bermain-mainnya Allah dalam
menciptakan manusia. Yang tugas utamanya adalah memakmurkan bumi Allah. Berbeda dengan binatang yang hanya hidup mengandalkan
insting kebinatangan yang mereka miliki. Tetapi manusia tidak serendah itu.
Bahkan dimuliakan oleh Allah dengan diberinya akal fikiran yang dapat
membedakan antara baik dan buruk serta hai itu menjadi pembeda antara manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Tidak
menutup kemungkinan manusia tersebut derajatnya lebih rendah dan hina dari binatang apabila
terjadi pengingkaran-pengingkaran akan petuah Tuhan sehingga menurunkan derajat
kemanusiaan yang ia miliki. Hal itu telah termaktub dalam kitabnya seperti yang
tercantum dalam Surah Al-A’raf ayat 179:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Untuk mengantisipasi
pemenyelewengan manusia dari amanat utama yang telah diembankan kepadanya
tersebut, sebagai akibat dominannya peran antagonis dalam diri manusia maka
Allah secara belas kasihan menurunkan petunjuk melalui wahyu-wahyunya kepada
semua umat manusia tanpa terkecuali. Agar tidak terjadi pengingkaran dan
pengelakan ketika diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang telah selama
ini mereka kerjakan di dunia. Juga sebagai obor
pelita yang menerangi kegelapan dan kejahiliahan yang terjadi lintas
zaman, baik zaman dahulu maupun sekarang, maka dari itu kemukjizatan Al-Qur’an
tak akan pernah lekang dan usang oleh zaman(multiperiod).Karena memang
telah dirancang sebagi mukjizat untuk semua manusia secara universal sebagai
bukti rasa belas kasihan Allah terhadap manusia. Berlakunya tanpa memandang
waktu dan tempat.Tak akan menyenyesatkan dan mejerumuskan manusia pada
kesengsaraan sedikitpun.Dan tak akan ada pula seorangpun yang mampu melemahkan
dan menjatuhkan argumen-argumen serta ajaran yang terkandung di dalamnya.
Berbeda dengan kitab-kitab
yang terdahulu yang diturunkan sebelum Al-Qur’an seperti Taurat, Injil, Zabur
yang berlaku dan hanya relevan pada umat tertentu dan kapan umat tersebut hidup.
Yaitu Taurat yang diturunkan untuk Nabi Musa a.s dan kaumnya Bani Israil, Zabur
untuk Nabi Daud a.s dan kaumnya serta Injil untuk Nabi Isa A.s dan Kaumnya.
Dengan diturunkannya wahyu kepada Rasul beserta kaumnya tersebut menandakan
bahwa Allah tidak serta merta bertindak sewenang-wenang dan bertindak sekehendak hatinya untuk untuk menerapkan
aturannya dan menyiksa hambanya tanpa berbuat sesuatu yang dapat mewanti-wanti
hambanya untuk tidak terjerumus kedalam siksaannya. Ia membuat semacam penguat alasan
atau pembenaran sebelum menyiksa makhluk yang ingkar terhadap perintahnya.
Dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-Isra’ Ayat 9 Allah SWT. berfirman
bahwa Al-Qur’an akan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang
melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya dan berbuat kebaikan. Ayat
tersebut berbunyi:
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang
Mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”
Ayat tersebut memberikan
bukti yang sangat nyata bahwa Allah memiliki rasa sayang terhadap semua
makhluknya khususnya kepada orang orang-orang yang beriman.Terhadap orang kafir
pun ia masih memberi harapan untuk dapat merasakan kenikmatan yang kekal di
akhirat kelak. Belas kasihannya terhadap orang-orang kafir tergambarkan pada
potongan ayat “memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus”. Dari
potongan ayat tersebut mengindikasikan Allah masih peduli dan perhatian meskipun
terhadap orang-orang yang belum mampu menerima hidayahnya agar segara bertaubat
dan mengikuti jalan kebenaran yang lurus. Sedangkan bukti sayangnya bagi orang
yang beriman adalah “memberi kabar gembira kepada-orang mukmin yang mengerjakan
amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.Ya,sebuah gambaran
kepedulian sang pencipta terhadap ciptaannya.
Salah satu wahyu
yang teragung adalah Al-Qur,an. Merupakan satu diantara mukjizat yang masih
bertahan sampai saat ini yang pernah Allah turunkan kepada Nabinya yaitu
Muhammad SAW.Ia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan moment atau
kejadian-kejadian yang dialami disekitar kehidupan sang Rasul akhir zaman.
Penghulu dari semua rasul. dan nabi-nabi yang telah diutus Allah kepada umat-umat
yang terdahulu. Secara kandungan ajaran maupun perintah Al-Qur,an tidak jauh
berbeda dengan kitab-kitab terdahulu bahkan menjadi penyempurna dari kitab-kitab tersebut.
Secara objektif
kaum yang diberi peringatan melalui wahyu yang berupa kitab-kitab terdahulu jauh berbeda dengan kita. Baik berbeda dari
masa mereka hidup, watak tabiat yang mereka miliki, kebiasaan dan budaya yang
mereka jalani. Otomatis kebutuhan akan peringatan dan perintah yang harus
mereka laksanakan juga berbeda apabila kita komparasikan dengan umat yang
diturunkannya kepada mereka Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sendiri diturunkan untuk umat akhir zaman
seperti kita sekarang.
Kembali pada judul
di atas, jika kita korelasikan dengan Asmaul Husna yang Allah miliki. Dengan alasan
Allah menurunkan wahyu atau petunjuk kepada umat manusia sebagai bukti kasih
sayangnya maka kita akan menjumpai disana sifat Ar-Rahiim (yang maha penyayang).
Menjadi sebuah kewajiban bagi Allah untuk menyayangi hamba-hambanya dengan
sifat Ar-Rahiim yang ia miliki. Dia tidak akan menyiksa suatu kaum sebelum
datang peringatan untuk tunduk patuh kepadanya atas kaum tersebut. Baik
peringatan secara verbal melalui Rasulnya dan tekstual melalui kalamnya. Hal
ini mengindikasikan betapa ia maha penyantun dan maha penyayang bagi kita.
Tetapi, uniknya disamping
hal itu Allah juga memiliki sifat Al-Qahhar (yang maha pemaksa). Ia memberikan
ancaman siksa yang begitu berat bagi hambanya yang melanggar perintahnya dan
hal itu termaktub dalam kitabnya yang ia harapkan untuk dijadikan pedoman bagi hamba-hambanya
agar tak terjerumus kedalam siksaannya yang amat begitu pedih kelak. Sebuah gambaran
skenario yang begitu dramatis yang Tuhan terapkan dan Allah paparkan dalam
kitabnya untuk hamba-hambanya yang mukmin. Disisi lain ia merupakan Ar-Hamurrohimiin.
Dan disisi lainnya ia juga maha pemaksa dan perkasa(Al‘Aziizul Qahhar).
Seperti yang termaktub dalam Surah Al-Hijr Ayat 49-50
“Kabarkanlah kepada hamba-hambaku, bahwa
sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa
sesungguhnya adzabku adalah adzab yang sangat pedih.”
Al-Qur’an juga menjadi bukti rasa sayang Allah
terhadap Rasulnya. Pembela dan penolong
nabi tatkala dicerca dan dihina diwaktu beliau menyebarkan Agama Islam, betapa
saat itu beliau membutuhkan pertolongan dan pembenaran (justification)
akan ajaran yang beliau sebarkan.di tengah watak keras kepala yang dimiliki
orang-orang Quraisy jahiliah dalam memegang teguh ajaran nenek moyang mereka
pada saat itu. Al-Qur’an datang sebagai angin segar, penyejuk hati serta peneguh sang penghulu para manusia dalam menjalankan
amanah begitu berat yang diembankan kepada beliau. Hal ini menjadi pertanda
sayangnya Allah kepada kekasih dan hambannya yang butuh pertolongan disaat-saat
yang genting. Allah tidak membiarkan hambanya dalam kesusahan dan keterasingan ditengah-tengah
lingkungan yang menyisihkannya. Bukti lain gambaran rasa sayang Allah yang juga dilimpahkan kepada Rasul-makhluknya-
melalui wahyunya.
Allah SWT. memberi
peringatan kepada umat manusia melalui wahyu-wahyu yang diturunkan kepada
Rasulullah dan 3 Rasul terdahulu adalah suatu bukti betapa Allah memiliki
perhatian dan kasih sayang terhadap makhluk yang diciptakannya. Tidak mungkin bagi dia menurunkan azab maupun siksa
balasan kepada orang-orang yang belum mengetahui dan memahami akan aturan yang
diterapkannya. Akan Dzalim baginya
apabila bertindak demikian meskipun ia memiliki kehendak mutlak dan penuh untuk
berbuat sesuatu sekehendak hatinya atas ciptaannya. Padahal Allah sekali-kali
tidak pernah mendzalimi hamba-hambanya, tetapi hambalah yang mendzalimi diri
mereka sendiri. Untuk itu ia membutuhkan deklarasi atau sosialisasi terhadap
aturan-aturan yang di berlakukannya untuk semua makhluknya. Dengan adanya sosialisasi
tersebut merupakan wujud nyata akan rasa sayangnya pada makhluk-makhluk yang
diciptakannya tanpa terkecuali sebelum ditegakkannya hari pembalasan.
Oleh: Mushoffan Nasiri (12310043)
Bahasa dan Sastra Arab
Ibnu Kholdun, Kamar 28